Artikel ini merupakan artikel guestpost oleh Helmi Santosa, seorang blogger dengan blognya yang berjudul naftlo.id.  Silahkan mampir ke blognya ya! 

Pengalaman kita selama menjalani hidup ini boleh jadi sangatlah menginspirasi, meski mungkin dampaknya tak sebesar tokoh-tokoh terkemuka. Namun, jika tidak diabadikan, ia bisa saja tak lagi memberikan sebuah arti.

Permulaan yang Mainstream

Saya hobi jalan. Pergi jauh ke suatu destinasi yang belum pernah dikunjungi sebelumnya, lalu mendokumentasikannya ke dalam arsip dokumen pribadi.

Biasanya saya selalu pergi bersama seorang kawan saya. Atau, bila sedang berhalangan, kami akan pergi sendiri-sendiri.

Terkadang jika kebetulan sama-sama ada waktu, seperti ketika sedang liburan, kami akan pergi dengan lebih banyak teman, lima sampai enam orang.

Hingga ketika kegiatan jalan-jalan tersebut sudah mulai bisa dijadwalkan/diruntinkan, tercetuslah sebuah ide.

“Ini aku yakin kita jalan-jalan gini nih pasti ada caranya biar bisa dapat duit. Yakin, pasti ada caranya!” ujar saya kepada kawan saya tersebut, melalui chat WhatsApp.

Kawan saya jelas setuju, tapi belum merespon dengan sebuah jawaban pasti. Mungkin karena kita waktu itu belum menemukan bagaimana caranya, masih berpikir.

Akhirnya, ide tersebut mengendap. Belum menguarkan aroma segarnya.

Tidak disengaja. Tiba-tiba saja. Sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Ya, walau terdengar sangat mainstream, kenyataannya, memang begitulah awal mula kami mengeksekusi ide tersebut menjadi sebuah kesibukan baru. Merintis travel blog.

Bahkan, baru mulai saja ceritanya sudah membosankan, ‘kan? Hahaha …

Meski begitu, bagi kami berdua, prinsipnya sederhana saja.

Ketika kami usai mengunjungi suatu tempat dan mengambil gambarnya, biasanya foto-foto tersebut hanya akan disimpan di galeri, untuk selanjutnya mungkin hampir tidak pernah dibuka sama sekali.

Maka dari itulah kami mencoba untuk mendokumentasikannya di internet. Tepatnya, melalui sebuah blog.

Fase Paling Memuakkan

Setiap orang memiliki cerita jatuh-bangunnya sendiri, begitu pula saya, ketika sedang mulai merintis travel blog kami.

Waktu itu, karena belum punya cukup uang, situs travel blog yang hendak kami rintis ini mulanya saya buat di localhost. Ada alasan tersendiri kenapa saya tidak memulainya di layanan hosted milik WordPress.

Singkat cerita, beberapa konten berupa artikel pun selesai dibuat. Meski jumlahnya tak seberapa, itu sudah cukup memakan waktu dan tenaga.

Sebelumnya saya juga sudah mengatur tampilan situs tersebut dengan tema yang tersedia. Jadi, kalau uangnya sudah ada, tinggal di-online-kan, lalu diubah seperlunya.

Sial, entah mungkin karena memang kurang beruntung, laptop yang saya pakai ini sering sekali keluar-masuk bengkel, padahal terhitung masih baru.

Jadilah beberapa file penting termasuk folder XAMPP-nya harus berulang kali saya cadangkan.

Saya sendiri juga lupa bagaimana kejadian persisnya dan apa saya yang saya lakukan waktu itu.

Yang jelas, masa-masa ketika laptop saya sering diservis itu saja sudah membuat tekad saya untuk merintis sebuah travel blog, perlahan mulai pudar. Saya jenuh. Keadaan seperti tidak sepenuhnya berpihak kepada saya.

Kalian pikir inilah bagian yang memuakkan itu? Sayangnya, bukan. Kamvretmoment itu justru baru saja dimulai …

***

Saya sudah kembali memegang laptop yang, mungkin sudah kalian tebak, baru saja keluar dari tempat servis.

Ketika saya hendak membuka situs saya via localhost, betapa terkejutnya saya saat tahu bahwa ia tidak bisa dibuka, error.

Perasaan frustasi mulai datang dengan pasti, merayap dan menjalar di sekujur tubuh. Hitung kata-kata kotor yang kalian tahu, mungkin saya sudah mengucapkannya waktu itu. Haha …

Mencoba untuk tenang, saya mencoba googling, mencari solusi. Ketemu. Saya utak-atik XAMPP-nya hingga akhirnya situs saya bisa kembali diakses, dengan sebagian besar konten yang HILANG! Hanya tersisa satu, konten pertama yang saya buat.

Apa daya, saya akhirnya mengalah. Mencoba merenung dan berpikir kembali. Ini jelas salah satu pengalaman terkampret dalam hidup saya.

Kita Belajar Banyak dari Pengalaman

Setelah sekian lama tekad untuk merintis travel blog itu pudar, perlahan saya mulai menyadari sesuatu.

Kalau dipikir-dipikir, tulisan-tulisan yang saya buat waktu itu bisa dibilang sangat jelek.

Susunannya tidak rapi, tidak beraturan, tidak konsisten. Intinya, kacau.

Saya tersenyum sendiri. Semoga ini menjadi titik balik. Akhirnya, setelah saya memiliki uang yang dirasa cukup, saya langsung membeli layanan hosting beserta domainnya.

Langsung online, tidak perlu lagi melalui localhost. Saya berbenah cepat, meski dengan sumber daya yang masih seadanya. Membuat situs tersebut layak untuk dinikmati.

***

Mengenai tulisan, ketika hari-hari berjalan datar begitu saja saat saya sedang menulis artikel untuk situs tersebut, saya mencoba gebrakan baru.

Saya mengambil sebuah inisiatif, yaitu mencoba, untuk pertama kalinya, membeli sebuah novel.

Sebenarnya dari dulu saya sama sekali tidak tertarik dengan novel. Saya lebih senang buku-buku tentang sejarah perang atau apa pun itu, yang jelas, selain novel dkk.

Namun, melihat kenyataan bahwa novel memiliki para pembaca setia yang bahkan rela membelinya dalam jumlah banyak, muncul rasa heran sekaligus penasaran dalam diri saya, “Pasti ada alasan kenapa suatu novel bisa begitu diminati.”

Saya kembali googling, mencari rekomendasi novel, memilih kriteria yang sesuai, lalu membuat daftarnya. Singkatnya, novel pertama saya jatuh pada novel karya Tere Liye yang berjudul RINDU.

Setelah beberapa hari membaca novel tersebut dan kemudian tamat, saya menemukan jawabannya.

Ternyata, selain ceritanya yang memang menarik, gaya bahasa yang dipakai untuk menulis sebuah novel pun memiliki porsi besar untuk memengaruhi para pembaca agar betah berlama-lama membacanya.

Gaya penulisan, itu kuncinya. Itu yang perlu saya benahi ketika membuat konten artikel di travel blog yang sedang saya rintis.

Sulit? Jelas. Semuanya memang perlu dilakukan secara bertahap dan perlahan, sebelum akhirnya menjadi sebuah kebiasaan atau bahkan keterampilan.

Baca juga: 5 Cafe Ala Pantai Populer Cocok Buat Nongki di Akhir Pekan

Mencari Inspirasi di Jalan yang Buntu

Perasaan jenuh itu datang lagi. Saya mulai merasa bosan menulis cerita dan juga ulasan tentang suatu destinasi.

Karena merasa tak lagi produktif, saya mencoba mencari inspirasi. Mencari situs-situs menarik bertemakan traveling.

Sesaat, saya teringat sebuah nama yang waktu itu saya juga belum tahu itu apa. Saya hanya mendapatinya di salah satu video KokBisa?. Namanya TelusuRI. Mungkin sebagian besar dari kalian sudah tahu.

Saya mengetikkan nama tersebut di Google, dan menemukan situsnya.

Saya masuk. Ini menarik. Cerita-cerita yang dimuat di situs TelusuRI ini ternyata adalah tulisan karya para kontributornya.

Mereka mendaftar, lalu menuliskan cerita mereka di sana.

Dibuat penasaran, saya tertarik unutk ikut mencoba.

Kembali, singkat cerita, salah satu cerita perjalanan saya berhasil dimuat di sana. Itu adalah cerita tentang pengalaman saya melakukan bikepacker, atau ngelayab motoran.

Sendiri, selama seminggu penuh, awal puasa kemarin. Dari Jogja – Temanggung – Tegal – Temanggung – Gresik – Suramadu – Jogja (pulang).

Saya akui, dari kegiatan menulis cerita perjalanan tersebut (bukan mengulas), menumbuhkan suatu motivasi tersendiri bagi saya.

Mungkin sebelumnya konten-konten yang saya buat selama ini terlalu deskriptif, kurang menarik.

Padahal, dari sebuah pengalaman atau momen sederhana saja sudah bisa dibuat cerita yang menarik, yang penting tetap konsisten dengan tujuan awal pembuatan kontennya.

Sebuah pembelajaran yang efektif. Saya kembali berbenah; mengubah tulisan saya menjadi lebih naratif.

Memulai Pengalaman dari yang Sudah Berpengalaman

Lewat beberapa bulan setelah merintis blog, momen-momen stuck itu kembali datang. Kali ini lebih ke perasaan “Ah, kok gini-gini aja ya blognya?”.

Lagi-lagi, saya harus mencari solusi. Saya pun mencoba blog walking, melihat-lihat ke situs travel blog terkemuka yang sudah lama berdiri. Sekadar membaca apa saja yang menurut saya menarik.

Ada sekira lima atau enam travel blog yang saya kunjungi. Awalnya hanya membaca cerita-cerita wisata biasa, kemudian lama-lama tertarik juga untuk membaca tips atau panduan menjadi travel blogger dst.

Ada satu artikel yang paling saya suka, di samping juga karena apa yang ditulis di situ benar-benar cocok dan sudah saya alami sendiri. Artikel tersebut berisi panduan membuat travel blog.

Saya sangat setuju dengan poin-poin yang disebutkan di situ, beberapa di antaranya:

  1. Tentang prinsip menulis, yaitu semata untuk menuangkan ilmu ataupun pengalaman. Intinya, untuk berbagi.
  2. Mulai dari yang terdekat. Ya, saya pun, ketika hendak membuat materi untuk konten blog saya, hanya memulainya dengan mengunjungi destinasi-destinasi wisata terdekat. Baru kemudian jika kebetulan ada waktu untuk mengunjungi tempat yang lebih jauh, akan saya lakukan. Yang penting ada kemauan untuk memulai, tidak harus dari tempat-tempat yang jauh dulu.
  3. Kita tidak tahu tulisan kita akan membawa kita ke mana. Yang penting, tulislah dulu. Tak peduli apakah ada yang membacanya atau tidak karena nanti akan ada waktunya sendiri, tulisan kita akan dibaca oleh orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Rezeki bisa datang dari mana saja.

Lalu, ada juga artikel tentang panduan SEO basic untuk travel blogger. Saya pun awalnya iseng saja ketika membuka artikel tersebut.

Dan setelah membaca tuntas isinya, saya bersyukur, ternyata sejauh ini saya sudah melakukan sebagian besar panduan yang disarankan dalam artikel tersebut. Saya jadi tidak terlalu salah jalan, hahaha.

Saya berani bilang panduan tersebut adalah panduan yang hebat dan berbeda karena, ya, sejauh yang saya ketahui, memang seperti itulah tips SEO dasar yang paling mudah dilakukan.

Berbeda, juga karena isi panduan tersebut akan sangat berbeda dengan yang kalian temukan pada situs-situs di laman pertama Google ketika kalian mengetikkan “tips SEO dasar” (misalnya), yang biasanya malah kurang atau bahkan tidak efektif.

Ya, mau diakui atau tidak, kita akan selalu banyak belajar dari pengalaman. Demikian pula, naluri kita untuk survive biasanya malah muncul ketika kita sedang tidak punya apa-apa.

Membangun yang Baru Lebih Sulit Daripada Meneruskan yang Sudah Ada

Saat menyadari apa yang saya lakukan ini belum sepenuhnya mencapai hasil yang diinginkan, selain memang membutuhkan kesabaran, sebagai pemula, saya jelas butuh bantuan.

Bantuan dari orang-orang yang memang sudah berpengalaman.

Saya tidak ingin berhenti begitu saja ketika saya sudah melangkah begitu jauh. Itu ibarat kita sudah melakukan perjalanan jauh menuju tempat yang kita dambakan, tapi malah berhenti dan duduk di pinggir jalan.

Saya kembali mencari jalan keluar. Solusi untuk blog yang sedang saya rintis. Kembali membuka Google, saya mengetikkan “kolaborasi kreator travel blog” dan kemudian muncullah, di bagian paling atas, situs Nonanomad ini.

Link-nya mengarah ke laman collabs. Langsung saja saya hubungi yang bersangkutan, pemilik blog, Mbak Velysia Zhang.

Kalian penasaran bagaimana cerita ini berakhir?

Cerita ini berakhir tepat ketika kalian selesai membaca tulisan ini, tepat ketika saya mulai menulis artikel panjang ini.

Sebab, dari beberapa percakapan singkat melalui surel, saya sepakat dengan saran dari Mbak Velysia: menulis guest post. Hingga akhirnya jadilah artikel panjang ini, artikel “modus”. Hahaha …

Penutup

Lupakan soal cerita pengalaman saya merintis travel blog. Sebetulnya, yang paling ingin saya sampaikan dan bagikan adalah tentang seberapa besar kemauan dan keinginan kita untuk berbagi melalui tulisan.

Ya, tentang bagaimana kita menuliskan cerita hidup.

Entahlah, tapi tetaplah yakin (dan juga berdoa) bahwa sebuah perjuangan akan memberikan hasil yang sepadan, bahkan meski sampai hari ini kita belum juga melihat hasilnya.

Kepada kalian yang mungkin juga sedang memperjuangkan sesuatu, pesan dari saya hanya satu: tekun.

Semoga suatu hari ketekunan itu akan memberikan hasil tak terduga dan semoga artikel ini bisa memberikan manfaat meski tak seberapa.

Akhir kata, lagi-lagi, kembali mengutip dari TelusuRI,

“Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekalipun akhirnya akan hilang ditelan zaman.”

2 Replies to “Tentang Bagaimana Kita Menuliskan Cerita Hidup”

  1. Salam kenal, saya telah membaca artikel yang Anda tuliskan ini dan saya terkesan. Anda sangat mempunyai bakat dalam menuliskan artikel, saya harap Anda tidak berhenti menulis artkel seperti ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *